JILBOOBS, BUKANLAH FASHION MUSLIMAH
Gaya
hidup dari masa ke masa selalu mengalami perubahan dan perkembangan. Tak
terkecuali cara berpakaian. Salah satu yang sedang
ramai diperbincangkan saat ini mengenai cara berpakaian adalah fenomena
jilboobs. Jilboobs, akronim dari Jilbab dan boobs (dada) ini menjadi
istilah yang makin ramai diperbincangkan di media sosial pada tahun 2014.
Sebagian orang sudah mendengarnya sejak
beberapa tahun silam, yakni merujuk pada cara berpakaian wanita
berkerudung yang masih menggunakan pakaian ketat membentuk tubuh, sehingga
terlihatlah pertigaan-seluk-beluk-lekuk tubuh seorang wanita terutama di bagian
atas atau dada.
Memang benar adanya, jika gaya berpakaian kembali kepada selera
personal. Kalau bicara fashion, tren yang berkembang saat ini adalah setiap
orang punya personal style yang menjadi karakter dan mengidentifikasikan
dirinya. Hal ini juga berlaku untuk muslimah. Namun, terlepas dari berjilbab
adalah salah satu cara perempuan menjalankan ajaran agama, ketika seorang
perempuan memutuskan memakai jilbab, memakai busana tertutup, maka ia telah
mengidentifikasikan dirinya sebagai muslimah yang punya tatacara tersendiri
dalam berbusana. Artinya, gaya busana muslimah selain menunjukkan identitas
dirinya, gaya personalnya, semestinya juga mengikuti tatacara berpakaian yang
disesuaikan dengan syariat.
Hal yang
berkembang saat ini malahan cara berjilbab yang jelas-jelas menyimpang dari
syariat Islam. Tentunya, cara berjilbab yang seperti itu bukanlah fashion Islam
yang diajarkan oleh melalui Rasulullah saw. Fenomena jilboobs atau kalau boleh
dikatakan “berpakaian tapi telanjang” telah diramalkan akan datang pada suatu
masa. Sesuai dengan sabda Rasulullah saw:
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ
كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ
مُمِيلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ
الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا
وَكَذَ
“Ada dua golongan penghuni
neraka yang belum pernah aku lihat, satu kaum yang selalu bersama cambuk
bagaikan ekor-ekor sapi, dengannya mereka memukul manusia, dan wanita-wanita
yang berpakaian tapi telanjang. Mereka berjalan dengan melenggak-lenggok
menimbulkan fitnah (godaan). Kepala-kepala mereka seperti punuk-punuk unta yang
miring. Mereka tidak masuk ke dalam surga. Dan mereka tidak mencium baunya. Dan
sungguh bau surga itu bisa tercium dari jarak demikian dan demikian”. [HR.
Muslim dari Sahabat yang mulia Abu Hurairah radhiyallahu’anhu]
Jika dilihat
dari hadits di atas, maka betapa dahsyatnya peringatan Allah mengenai cara
berpakaian. Meskipun banyak penafsiran yang berbeda-beda terhadap hadits
tersebut, akan tetapi kebanyakan menyinggung masalah cara berpakaian. Tentunya
dapat menjadi sebuah pembelajaran bagi khususnya muslimah yang tetap
menginginkan tampil cantik akan tetapi tidak melanggar aturan syariat Islam.
Ketika kaum
wanita memutuskan untuk memakai memakai jilbab, yang pada intinya ingin
menjalankan syariat Agama yang dianutnya, tentunya hal yang demikian merupakan
sesuatu yang bernilai positif. Akan tetapi cara yang digunakan dalam
menjalankan syariat tersebut harus disesuaikan dengan syariat. Artinya, mereka
membutuhkan tuntunan dalam berpakaian sehingga nanti mereka kaum wanita tidak
terjerumus ke dalam cara berpakaian khususnya berjilbab yang salah.
Kalau saja dakwah mengenai jilbab yang baik disampaikan dengan
cara baik tanpa menimbulkan konotasi negatif, MUI mungkin tak perlu sampai
mengharamkan Jilboobs. Kalau kembali kepada pandangan bahwa Jilboobs dan
penggunanya adalah kalangan pemula yang sedang belajar dan berproses memakai
jilbab, maka pertanyaannya kemudian atas sikap MUI adalah, kenapa berjilbab malah
diharamkan?
Jilbobs dan fenomenanya memang mengundang tanda tanya,
kebingungan, keprihatian, kekhawatiran sekaligus juga membuka pandangan bahwa
ada kalangan yang sedang belajar berjilbab sehingga sebagian orang memilih
sikap memakluminya. Fenomena yang nyatanya telah membuka ruang bagi siapa pun
untuk berbagi pandangan, baik pihak yang dengan lembut memakluminya hingga
pihak yang secara radikal menolaknya.
Terlepas dari
pandangan itu semua, penulis memiliki pandangan tersendiri mengenai fenomena
jilboobs. Terlepas dari pro kontranya para jilboobers sesungguhnya
membutuhkan bimbingan atau arahan supaya mereka dapat mengenakan jilbab yang
sesuai dengan syariat. Karena sebagian besar jilboobers tidak mengetahui
tentang bagaimana mengenakan jilbab ataupun berpakaian yang sesuai dengan
syariat Islam.
Comments
Post a Comment